CIREBON, (cirebonbagus.id).- Virus Corona yang dinamakan Covid-19 saat ini menjadi pandemi yang mendunia. Menyerang semua lapisan masyarakat hampir seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia.
Saat ini saja, Rabu (15/4/20), di dunia sudah menjangkiti 1.981.239 orang. Di Indonesia sendiri, tercatat 5.136 orang tercatat positif, jumlah tersebut pun bertambah tiap harinya.
Tak pelak, pandemi ini sedikit banyak mengubah kebiasaan hidup masyarakat, mulai dari kehidupan sosial sampai kebiasaan pola hidup sehat seperti yang akhir-akhir ini gencar dilakukan.
Kebiasaan berinteraksi, rajin mencuci tangan, berjemur pagi hari, dan kebiasaan lainnya yang sebelum pandemi bukan jadi hal yang lazim dilakukan.
Bahkan, eksistensi ramuan rempah tradisional yang sebelumnya terkesan remeh dan mulai dilupakan, saat ini mulai laris manis di pasaran. Sebut saja jahe, sere, temulawak yang sebelumnya hanya dianggap bumbu dapur, sekarang menjadi konsumsi rutin dihidangkan dalam bentuk minuman.
Fenomena ini juga dirasakan oleh Ayang Igiovanni, warga Desa Purwawinangun Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon yang saat ini memproduksi jamu “Rempah Lockdown”.
Hidup di tengah keluarga yang biasa mengonsumsi ramuan tradisional, membuat Ayang tidak awam dengan jamu. Minuman yang biasa ia gunakan sebagai obat atau sekadar menjaga kesehatan. Bahkan resep untuk meraciknya pun sudah turun menurun dilakukan.
Kebiasaan minum jamu dalam keluarganya pun diketahui tetangganya, ketika pandemi ini mulai banyak diberitakan, dan ajakan hidup sehat sering digaungkan menyebabkan ia mulai membuat jamu untuk dibagikan pada tetangga dan orang sekitar dengan cuma-cuma bahkan dengan obrolan mulut ke mulut, permintaan pun banyak dari luar kota.
Berangkat dari itu pun akhirnya awal Maret lalu ia memberi nama jamu “Rempah Lockdown”, yang terinspirasi dari saudaranya yang bekerja sebagai tenaga medis di Wuhan, kota awal terdeteksinya pandemi yang melakukan lockdown.
Seperti diketahui, jamu dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh meningkatkan imunitas bisa mengurangi terpapar penyakit. Jamu yang menjadi tradisi keluarganya terkandung 15 jenis rempah, seperti serai, jahe, temulak, temuireng, kunyit, temukunci, brotowali, dan lainnya.
Dalam sehari, Ayang memproduksi rata-rata 50-100 botol “Rempah Lockdown” yang dikemas dalam botol kemasan 250 mililiter. Selain produksi secara manual dan tanpa bahan pengawet, keterbatasan bahan baku juga menjadi kendala, karena beberapa bahan baku yang tidak dijual sehingga didapatkan dari kebun sendiri dan kebun saudaranya.
Ayang menyebutkan, penjualan jamu produksinya saat ini bisa dipesan ke dirinya. Satu botol kemasan jamu produksinya dibandrol dengan harga murah cuma belasan ribu rupiah, namun hanya 70% dari yang diproduksi yang ia jual, sisanya dibagikan di tempat-tempat ibadah dan orang yang tidak mampu.
“Karena awalnya hanya untuk berbagi pada masyarakat sekitar saja bukan untuk dijual,” jelasnya.
Di tengah merebaknya Covid-19, ia menjelaskan, menjaga kondisi tubuh perlu dilakukan, walaupun minum jamu untuk daya tahan tubuh, olahraga dan pola hidup sehat jangan ketinggalan karena saling melengkapi. (Josa/CIBA)