CIREBON, (cirebonbagus.id).- Rencana realisasi program percepatan perbaikan rumah ambruk mulai menemukan titik terang. Badan Keuangan Daerah (BKD) memastikan, bantuan rumah ambruk sudah dialokasikan dalam anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT).
Rencana tersebut dibahas melalui rapat kerja Komisi III DPRD bersama Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSPPPA), Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) dan Badan Keuangan Daerah (BKD) di ruang Griya Sawala gedung DPRD, Rabu (10/3/2021).
Ketua Komisi III DPRD Kota Cirebon, dr Tresnawaty mengatakan, rapat kedua pembahasan prosedur penanganan rumah ambruk ini menyepakati akan dibuatkannya mekanisme teknis pengajuan. Komisi III meminta agar pedoman pengajuan tidak menyulitkan warga dengan administrasi dan jalur birokrasi yang panjang.
“Sekarang tinggal bagaimana mekanisme teknis untuk pengajuan program rumah ambruk. Inginnya kami sih penanganannya dipercepat maksimal 2 kali 24 jam, juga tak perlu ada sertifikat. Karena rumah tua itu biasanya tidak ada sertifikatnya,” ujar Tresna seusai rapat.
Tresna menjelaskan, pada rapat kerja sebelumnya BKD belum yakin jika Permendagri Nomor 12/2019 tentang Pengelolan Keuangan Daerah bisa dijadikan dasar hukum untuk program bantuan perbaikan rumah ambruk. Setelah BKD menjelaskan bahwa aturan tersebut bisa dijadikan payung hukum, maka percepatan bantuan program perbaikan rumah ambruk bisa segera direalisasikan.
Program perbaikan rumah ambruk diklasifikasikan dalam dua kategori. Pertama, rumah ambruk karena lapuk atau sudah termakan usia. Kedua, rumah ambruk disebabkan karena bencana.
“Rumah yang ambruk karena rapuh sudah tua, maka ditangani DSPPPA. Sementara jika rumah ambruk karena bencana penanganannya oleh DPRKP. Saat ini, masih ada sekitar 40 rumah yang ambruk karena bencana,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPRD, Fitrah Malik juga menyarankan Pemerintah Kota Cirebon melalui DPRKP bisa mendata rumah tidak layak huni (rutilahu). Sehingga tidak terjadi tumpang tindih data penerima manfaat, baik dari program provinsi maupun pusat.
“Kami berharap pemkot punya konsep besar mendata dan memverifikasi rumah tidak layak huni. Sehingga ketika ada bantuan dari provinsi maupun pusat, bantuan rutilahu bisa tepat sasaran,” katanya.
Sementara itu, Kepala DSPPPA Kota Cirebon, Santi Rahayu menjelaskan, posisi anggaran perbaikan rumah ambruk tahun ini dialokasikan dalam BTT. Sehingga, realisasi pencairannya merupakan kewenangan BKD.
“Awalnya, posisi anggaran bantuan rumah ambruk masuk dalam anggaran tidak direncanakan melalui bansos. Sekarang sudah berpindah belanja tidak terduga (BTT). Kami tinggal menunggu petunjuk teknis pengajuannya dari BKD,” tuturnya.
Kepala DPRKP, Agung Sedijono mengatakan, perbaikan rumah ambruk karena bencana bisa langsung ditangani asalkan ada surat keterangan dari wali kota.
Menurutnya, BTT bisa dikeluarkan jika rumah rusak karena faktor bencana sehingga harus ditanggapi secara darurat. “Kalau BTT itu harus ada pertanyaan bahwa dalam keadaan darurat tanggap bencana. Sehingga perlu segera ditangani,” kata Agung.
Selanjutnya, Sekretaris BKD Kota Cirebon, Dede Sudarsono mengaku, bantuan perbaikan rumah ambruk masih belum ada aturan petunjuk teknis. Kekosongan aturan itu akan segera dibahas bersama dengan dinas terkait untuk menyusun pedoman teknis pengajuannya.
Namun demikian, Dede menyebutkan, setidaknya ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi. Seperti, Surat Pernyataan Pertanggung Jawaban Mutlak (SPTJM), Surat Perintah Membayar (SPM) dan bukti hasil verifikasi di lapangan.
“Dalam aturan ini kami sedang mengalami kekosongan aturan. Karena itu kami harus berembuk dulu,” kata Dede. (Robi/CIBA)