CIREBON, (cirebonbagus.id).- Buruh menolak penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 oleh pemerintah, menggunakan Peraturan (PP) Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Seperti diketahui, UMK Kabupaten Cirebon tahun 2020 ditetapkan mengalami kenaikan sebesar 8,51 persen. Kenaikan UMK ini diketahui berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.
Namun Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya, menolak wacana kenaikan upah minimum tahun 2020 yang hanya sebesar 8,51 persen itu dengan menggunakan formula yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
“Kami jelas menolak kenaikan upah yang masih menggunakan PP Nomor 78 tahun 2015 yang kami anggap tidak pro sama buruh,” kata Sekretaris Jendral FSPMI Cirebon Raya, Mochamad Machbub, Senin (4/11/2019).
Pihaknya meminta, agar PP Nomor 78 tahun 2015 direvisi. Karena menurutnya sangat merugikan buruh. “Soal revisi sesuai arahan dan janji dari Presiden Jokowi dan kami meminta untuk komitmen itu,” ujar Machbub.
Menurutnya, kenaikan upah sudah seharusnya dengan menggunakan metode survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di pasar sebagai dasar penetapan nilai UMP dan UMK.
Sesuai dengan angka proporsional, jumlah item dalam penghitungan KHL yang dipakai untuk survei sebanyak 78 item yang sesuai hasil kesepakatan Dewan Pengupahan Nasional.
“Ya kalau idealnya dalam survei KHL itu dihitung melalui metode penghitungan 78 item sesuai kesepakatan dewan pengupahan nasional,” katanya.
Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Cirebon, Acep Sobarudin mengaku, hingga saat ini pihaknya belum dilibatkan dalam penetapan upah minimum melalui Dewan Pengupahan.
Acep menegaskan dewan pengupahan Kabupaten Cirebon harus memasukan rumusan atau formula dari hitungan standar KHL sebab setiap tahun harga sejumlah kebutuhan pokok ditiap Daerah berbeda-beda.
“Jangan disamaratakan, kita Kabupaten Cirebon inginnya kenaikan UMK di atas 8.51 persen, sekarang saja banyak subsidi yang dicabut, mulai dari listrik, gas, BPJS, dan lain-lain,” katanya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Kabupaten Cirebon, H Abdullah Subandi mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menentukan sikap. Karena dibutuhkan komunikasi terlebih dulu bersama tim dewan pengupahan baru akan menggelar rapat koordinasi atau pra pleno pada awal atau pertengahan November 2019.
“Kabupaten Cirebon bersama Dewan Pengupahan yakni Pemerintah Apindo, Serikat Pekerja alan melakukan rakoor untuk membahas ketetapan UMK. Apakah akan naik 8.51 persen sesuai dengan surat edaran atau tidak kita lihat nanti, karena kita juga mengacu pada inflasi,” kata Abdullah.
Pihaknya menerangkan sejak dikeluarkannya PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, UMR tidak lagi berdasarkan surver KHL. Artinya, perhitungan berdasarkan jumlah UMK lama ditambah dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan inflasi.
“Ya meski ada aturan itu, tetap kita survei KHL. Tujuannya agar sebagai pembanding dan pertimbangan sebelum mengajukan nilai UMR ke Bupati lalu ke Gubernur,” kata Subandi. (CIBA-05)