CIREBON, (cirebonbagus.id).- Buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya menolak penetapan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) 2020 di Kabupaten Cirebon berdasarkan hasil pleno, Rabu (6/11/2019).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSPMI Cirebon Raya, Moch. Machbub menyampaikan, Disnakertrans Kabupaten Cirebon sudah melakukan rapat pleno dalam rangka penetapan UMK Tahun 2020. Angka pun sudah ditetapkan menurut mereka unsur Pemerintah secara sepihak sebesar Rp. 2.196.416.
“Pleno kali ini cukup prihatin, kecewa dan menjadi perhatian khusus organisasi selain dengan angka yang ditetapkan menggunakan PP78/2015 unsur dalam rapat tersebut tidak memenuhi Tata Tertib dan terindikasi tidak sah secara hukum karena DPKab dari unsur serikat pekerja FSPMI tidak diundang dan tidak dilibatkan sebagaimana SK Bupati 560/Kep.1050-Disnakertrans/2017 periode Tahun 2017-2020,” kata Machbub.
Mengacu pada Kepres No. 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan Pasal 46, bahwa Anggota Depekab/Depeko diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
“Anggota kita dua orang belum selesai masa periodenya menurut pasal ini. Dan mengacu pada pasal berikutnya pasal 48, bahwa selain karena berakhirnya masa jabatan, anggota Depekab/Depeko diberhentikan apabila yang bersangkutan mengundurkan diri atau selama enam bulan berturut-turut tidak dapat menjalankan tugasnya atau dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” katanya.
Dan pada pasal ini pun, lanjut dia, anggotanya tidak terpenuhi. Artinya SK Bupati yang di atas masih berlaku dan anggota masih mempunyai hak untuk mengikuti pleno penetapan UMK Kabupaten Cirebon Tahun 2020.
Tidak hanya DPKab saja, keterwakilan LKS Tripartit Kabupaten Cirebon dari unsur buruh FSPMI juga dihilangkan dari SK sebelumnya yang masih berlaku. “Kita melayangkan protes keras dan akan mengerahkan aksi massa Se-Jawa Barat dan bila diperlukan kita gugat ke PTUN,” katanya.
Perwakilan dari Serikat Pekerja Nasional (SPN), Sudaryana Purnawijaya mengaku, dalam rapat pleno yang diikuti pihaknya tersebut, perwakilan dari Singa Perbangsa dan SPN enggan menandatangani hasil rapat pleno. Dengan dasar, sejak keluar nya PP No 78 tahun 2015, pihaknya sangat tidak setuju, karena harus melalui survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
“Jadi kami memang, di setiap tahun, dan sejak keluarnya PP No 78 tahun 2015 itu, khusus serikat pekerja kami tidak setuju. Kenapa tidak setuju, karena tidak sesuai dengan Undang-undang (UU) tahun 2003 yang harus melalui survei KHL, nanti formulnya UMK berjalan, ditambah dengan flasi dan PDRB setelah itu UMK yang baru,” kata Sudaryana.
Lanjut Sudaryana, jika menyesuaikan dengan KHL di Kabupaten Cirebon, minimalnya sekitar 20-25% untuk naik nya Upah Minimum Kabupaten Cirebon.
“Kita minimalnya kenaikan itu 20-25 % kalau pakai formul PP 78 itu cuma 8,51, kami tidak setuju, karena tidak sesuai dengan KHL, dan belum memenuhi kebutuhan layak hidup pekerja disetiap tahunnya,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Kabupaten Cirebon, H Abdullah Subandi mengatakan, diadakannya rapat pleno pengupahan UMK untuk tahun 2020. Diakui Abdullah, UMK 2020 ini masih mengiblat ke PP Nomor 78 tahun 2015.
“Untuk UMK di tahun 2020 masih mengacu ke PP 78 tahun 2015, itu masih memakai inflasi, dan PDB, ini masih menggunakan PP No78, sehingga kita alami kenaikan 8,51%, jadi kisaran UMK di Kabupaten dua juta sembilan puluh enam sekian, kalau kita bulatkan sekitar dua juta dua ratus, ini untuk tahun 2020,” katanya.
Menurut Abdullah, pihaknya sudah memutuskan sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan itu sangat berlaku di seluruh Kabupaten atau Kota se-Jawa Barat.
Adanya masukan dari SPN Kabupaten Cirebon, bahwa pemerintah harus menaikan UMK sekitar 20-25%, ia akan tetap mengikuti peraturan pemerintah tersebut.(CIBA-05)