CIREBON, (CB).- Temuan kasus pengidap gagal tumbuh atau stunting di Kabupaten Cirebon masih relatif tinggi. Bahkan, jumlahnya mencapai 8,68 persen dari jumlah penduduk yang ada. Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat pun gencar melakukan intervensi terhadap penyakit ini.
Untuk Kabupaten Cirebon sendiri, Dinkes setempat dengan Kementerian Kesehatan RI terus menekan angka kasus stunting ini yang dikonsntrasikan di 10 kecamatan. Meski secara temuan, stunting hampir menyeluruh di semua kecamatan yang ada di daerah ini.
“Kita bersama Kementerian Kesehatan gencar melakukan intervensi stunting. Utamanya di 10 kecamatan yang menjadi konsentrasi kita,” kata Kepala Dinkes Kabupaten Cirebon, Hj. Enny Suhaeni, Senin (7/10/2019).
Tak hanya dengan Kementerian Kesehatan RI, intervensi stunting di Kabupaten Cirebon ini juga bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran dan IPB. Intervensi yang dilakukan, kata dia, dari hulu ke hilir. Di anataranya kegiatan pemberian tablet tambah darah kepada anak-anak remaja yang tidak mau gemuk dan anemia.
Selain itu, lanjut Enny, kepada ibu hamil yang kekurangan energi kronis akan diberikan pemberian makanan tambahan (PMT). “Yang bertujuan supaya bayi pas lahir jangan sampai berat badannya rendah, sehingga akhirnya menjadi stunting,” ungkap Enny.
Selanjutnya, Dinkes Kabupaten Cirebon melakukan antisipasi kasus stunting di psyandu-posyandu. Bayi itu seharusnya setiap bulan datang ke posyandu, kalau seandainya sasaran yang seharusnya datang ke posyandu namun tidak datang pihaknya akan langsung menjemput bola atau home visit.
“Target kita inginnya menurun ya. Karena stunting ini bukan tugas dinkes semata melainkan OPD terkait lainnya juga diharuskan untuk menurunkan stunting,” katanya.
Sebab, kata dia, stunting diakibatkan oleh kesehatan lingkungan, maka yang terlibat yaitu mulai dari DPKPP untuk menyediakan sarana air bersihnya, jambanisasi atau segala sesuatu infrastrukturnya. Kemudian Dinas Ketahanan Pangan di mana pangan harus tercukupi.
Kemudian DPMD dari dana desanya menganggarkan untuk kesehatan, semisal kuwu memberikan PMT, untuk kader. Kemudian masih ada desa yang belum ODF atau bebas BAB sembarangan maka kuwu harus menganggarkan untuk pembelian jambanisasi.
“Kemudian Bappelitbangda yaitu perencanaan dari semua OPD untuk semuanya menurunkan stunting atau kegiatan konvergensi,” ujar Enny. (CB-05)