Nikah Usia Dini dan Faktor Ekonomi Jadi Pemicu Melonjaknya Angka Perceraian

CIREBON, (cirebonbagus.id).- Meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan/ kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan angka perceraian di Kabupaten Cirebon dipicu akibat perkawinan di usia dini serta faktor ekonomi.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Cirebon, Iyan Ediana mengatakan, Undang-Undang Perkawinan menurut Pengadilan Agama laki-laki dan perempuan ada pada usia 19 tahun, namun menurut versi BKKN perkawinan yang ideal untuk perempuan usia 21 tahun sedangkan laki-laki 25 tahun.

“Karena BKKN melihat dari sisi kesehatan untuk calon ibu di usia tersebut, dan psikologi mentalnya, juga faktor ekonomi,” tutur Iyan Jumat (18/12/2020).

Iyan menyebutkan, rujukan tingkat perceraian di Kabupaten Cirebon sampai bulan Oktober kemarin, yang kebetulan pihaknya juga bekerja sama dengan pengadilan agama, perceraian di Kabupaten Cirebon sudah menembus di angka 6.800 pasangan.

“Di mana Kabupaten Cirebon menduduki posisi ke tiga setelah Bandung, Indramayu baru Cirebon dan mungkin sekarang sudah lebih angkanya,” ujarnya.

Dan 70 persen, kata dia, perceraian diajukan oleh pihak perempuan dengan bermacam-macam faktor, baik KDRT, faktor ekonomi dan sebagainya. Tentunya ini menjadi PR, kerja sama bersama semua pihak.

“Misalnya mental spiritual dari departemen agama, pendidikan ada pada dinas pendidikan, dan dari sisi kesehatan ada pada dinas kesehatan,” ungkap Iyan.

“Tapi yang paling nyata adanya KDRT disebabkan perkawinan usia dini di mana di Kabupaten Cirebon sangat tinggi mungkin karena hamil duluan atau sisi budaya, misalnya orang tua yang sudah tidak mampu membiayai maka anak di nikahkan,” ujarnya.

Iyan mengatakan, perceraian ada pada usia 23 tahun ke bawah, Itu juga menjadi PR, dan dinas ini DP2KBP3A ada dua kelembagaan yakni BKKN dan Pemberdayaan erempuan.

Mereka sama-sama konsen mencegah perkawinan di usia dini. Dan menjadi fokus salah satu dampaknya untuk mencegah bagaimana ke depannya terkait KDRT dan sebagainya. Selain itu juga untuk memperhatikan kesehatan ibu dan anak.

“Dan dinas kami ada tiga fungsi kalau terjadi adanya KDRT. Pertama, kita akan menyiapkan sarana untuk visum di mana kita sudah bekerja sama dengan dua rumah sakit, kedua, pasca ketika terjadi KDRT seyogyanya bisa menyediakan rumah aman atau rumah singgah untuk membantu korban KDRT,” ujarnya.

“Dan yang ketiga unsur psikolog yaitu pengembalian mental korban karena trauma, juga pendampingan hukum, yang memang rata-rata masyarakat langsung laporan ke Kanit PPA,” jelasnya.

Iyan menambahkan, di Kabupaten Cirebon memang sudah banyak lembaga-lembaga yang membantu untuk menampung akibat KDRT juga kekerasan terhadap anak. Dan keberadaan mereka sangat membantu, kami mencatat ada sekira 13 lembaga yang membantu kaitan untuk perempuan dan anak .

“Dalam pertemuan nonformal tiga bulan sekali kami sering mengadakan pertemuan membahas hal-hal yang terjadi di masyarakat. Seperti terjadi KDRT atau kekerasan terhadap anak,” tutur Iyan.

“Kaitan dengan perhitungan kekerasan perempuan dan anak , kedua juga menjalin kerjasama dengan LSM pemerhati perempuan dan anak dan ketiga kalau untuk menekan yang mungkin ada pada kami bagaimana sosialisasi informasi itu bisa sampai ke masyarakat,” Pungkasnya. (Effendi/CIBA)

Exit mobile version