CIREBON, (cirebonbagus.id).- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) melalui DPUPR tengah menyiapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk mendukung percepatan pembangunan di wilayah Kabupaten Cirebon.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas PUPR Kabupaten Cirebon, Iwan Riski, melalui Kabid penata ruang DPUPR, Uus mengatakan, RDTR ini merupakan operasionalisasi dari perda RTRW, secara garis besar akan mengacu pada perda RTRW.
“Tentunya dengan beberapa penyesuaian terkait perkembangan terkini di lapangan dan update terhadap beberapa peraturan baru yg terbit setelah perda RTRW disahkan,” ujar Uus, yang juga sebagai ketua tim Pokja perencanaan, Selasa (13/10/2020).
Uus menyebutkan, sebetulnya tahapan penetapan perda RDTR sudah memasuki finalisasi materi teknis RDTR dan peraturan zonasi. Setelah ini draft raperda beserta kelengkapannya validasi KLHS, rekomendasi peta dari BIG, BA konsultasi publik, dan lain-lain akan dikirimkan ke gubernur untuk mendapatkan persetujuan substansi.
“Setelah itu masih ada beberapa tahapan persub menteri ATR/BPN, pembahasan pansus, dan proses perda di biro hukum provinsi dan mendagri, sebelum akhirnya di-perda-kan” ujarnya.
Pembahasan tadi, menurut Uus, sudah sampai pada tahap penyepakatan di tingkat penyusunan dan melibatkan pokja perencanaan TKPRD (Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah) untuk penetapan LP2B kemungkinan akan menyesuaikan dengan keadaan di lapangan.
Khusus untuk wilayah perkotaan Sumber yang akan dikembangkan dengan fungsi utama sebagai pusat pemerintahan yang ditunjang dengan sarana prasarana skala pelayanan kabupaten, permukiman dan perdagangan jasa.
“Kemungkinan pengembangan pertanian akan bergeser karena sudah banyak lahan yang tidak memungkinkan untuk pengembangan pertanian. Tetapi untuk keseluruhan Kab. Cirebon tetap akan dipertahankan 40.000 ha,” paparnya.
Kalau merunut RUU Cipta Kerja, Uus menyebutkan, dasar untuk proses perizinan tetap mengacu pada kesesuaian pemanfaatan ruang, dan hal tersebut harus mengacu pada perda RDTR.
Dalam PP 24 tentang perizinan elektronik pun menyebutkan bahwa untuk daerah yang sudah memiliki perda RDTR maka izin lokasinya langsung efektif berlaku tanpa harus pemenuhan komitmen melalui pertek.
Perda RDTR yang disusun dengan skala besar 1 : 5.000 seharusnya mempermudah bagi proses permohonan pemanfaatan ruang, dengan catatan semuanya harus komitmen terhadap perda yg sudah disepakati bersama.
Kondisi tersebut juga akan memudahkan terkait perizinan secara elektronik melalui OSS. Karena bagi daerah yang sudah mempunyai perda RDTR setiap permohonan izin lokasi yang sesuai RDTR dikeluarkan tanpa komitmen izin lokasinya tapi langsung efektif berlaku
Uus menambahkan, amanat dari RUU Cipta Kerja mengharuskan setiap daerah segera menyusun perda RDTR untuk setiap bagian wilayah perkotaan, kecamatan. “Sehingga perda RDTR tersebut dapat diintegrasikan secara digital dengan GISTARU di kementerian ATR dan sistem OSS di BKPM. dan harapan percepatan proses mekanisme perijinan dapat diwujudkan,” katanya.
Sementara itu Tim konsultan penyusun, Adi Permana, memaparkan, pihaknya sudah melakukan tahapan proses penyesuaian dari tahun lalu, yaitu menginventarisir hal-hal yang terjadi di lapangan, dan tahun kedua ini penyusunan permohonan rekomendasi gubernur.
Rencana detail Tata Ruang (RDTR) tahapannya melalui daerah, propinsi dan kementerian agragria dan tata ruang. Dan pihaknya melakukan rapat bersama tim kordinasi yang merupakan salah satu persyaratan sesuai Permen ATR No 08 tahun 2017 tentang mekanisme pemberian persetujuan substansi rencana tata ruang.
Setelah disepakati dengan OPD rencana yang akan diimplementasikan untuk diwujudkan RDTR adalah mengajukan ke bupati untuk dievaluasi, setelah itu dari bupati ke gubernur. Kemudian proses melakukan permohonan subtansi dengan kementrian ATR.
“Di sana dikaji bersama Tim kordinasi Penata Ruang Nasional (TKPRN) rapat lintas sektor (linsek) bersama kementerian kelautan, kementerian perhubungan, kementerian pertanian, untuk memastikan apakah sudah sesuai aturan prosesnya dengan bidang masing – masing dan sesuai dengan mekanisme Permen ATR, No.08 tahun 2017,” paparnya.
Adi menambahkan, Setelah TKPRN menyatakan sesuai, lalu dikeluarkan persetujuan substansi dari menteri, setelah itu baru diajukan perda untuk dilakukan pembahasan di DPRD untuk dievaluasi.
Kemudian setelah dilakukan pembahasan bersama dari DPRD, dievaluasi melalui rapat di Kemendagri untuk mengecek substansi dari perda-nya. “Jika Kemendagri menyatakan sudah sesuai lalu dikembalikan lagi ke DPRD untuk dilakukan pleno menetapkan perda,” pungkasnya.(Effendi/CIBA)