CIREBON, (CB).-
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen untuk mempertahankan wilayahnya sebagai lumbung pangan nasional. Selain dukungan wilayah tanam yang memadai juga diimbangi kesiapan SDM yang mumpuni.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Jabar, Hendi Jatmika mengatakan, posisi Jabar saat ini masih dianggap penting. Karena selain menjadi produsen beras nomor dua secara Nasional setelah Jatim juga dengan luas areal 920.000 hektar. Bahkan selisihnya dengan Jatim hanya 1 juta ton saja. Padahal, selisih lahan baku persawahan Jabar terpaut jauh dibandingkan Jatim.
“Angka terakhir dari Kementan, selisihnya hanya 1 juta ton. Jatim dengan 13 juta ton sekian, sedangkan jabar 12 juta ton,” ujar Hendi Jatmika saat di Cirebon belum lama ini.
Kondisi itu, kata Hendi, terjadi lantaran Jabar bisa memanfaatkan lahan tertentu dengan upaya peningkatan produksi. Sehingga, produktifitas padi Jabar sampai saat ini masih tertinggi.
Melalui upaya peningkatan produksi, maka Jabar masih bisa memenuhi kebutuhan pangan bahkan menjadi lumbung pangan Nasional.
“Dalam pemanfaatan lahan tentu kita harus rela berbagi lahan dengan berbagai pihak yang membutuhkan lahan. Tapi kita harus mengompensasi lahan Jabar ini untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan Jabar khususnya. Hingga menjadi lumbung pangan nasional dengan peningkatan produksi,” katanya.
Menurutnya, peningkatan produksi bisa dilakukan dengan cara tanam yang lebih dari biasanya. Saat ini, sudah ada areal sawah yang meningkat masa tanamnya, jumlahnya sekitar 90 hektare. Dari yang semula satu kali tanam, naik dua kali tanam. Dan dari yang semula dua kali, naik menjadi tiga kali tanam.
“Dengan adanya pengairan dari waduk jatigede di wilayah cirebon ini hampir 90 ribu hektar. Jadi permaslaahan lahan itu bisa dikompensasi dengan upaya kita untuk peningkatan produksi,” sambungnya.
Namun, lanjut Hendi, permasalahan yang sekarang terasa di jabar, termasuk di Cirebon yaitu soal tenaga kerja. Karena di Jabar terjadi penuaan petani. Menurut BPS, 70 persen petani Jabar sudah berusia 75 tahun. Artinya, sudah jarang generasi mudanm Jabar yang mau turun ke pertanian. Sehingga, lima tahun kedepan diperkirakan 90 persen petani jabar adalah petani manula.
“Permasalahan ini tentu harus kita antisipasi mulai dari sekarang supaya pertanian Jabar menarik untuk kaum milenial. Nah, agar menarik, tentu harus memberikan satu jaminan bahwa pertanian jabar memberikan pendapatan yang setara dengan industri. Mungkin bertani menggunakan cangkul atau arit tidak menarik para milenial. Tapi menjadi operator komben harvester (mesin panen padi) itu mejadi menarik lagi. Karena turun ke sawah tidak perlu kena lumpur banyak,” ungkapnya.
Terlebih, perkembangan industri begitu pesat, termasuk di wilayah tiga Cirebon yang akan ada kawasan industri dan banyak membutuhkan tenaga kerja. Tapi pertanian tidak boleh ditinggalkan dan pertanian harus tetap exis. Karena bagaimanapum produk-produk pertanian masih sangat dibutuhkan. “Kta harus selalu maju melalui mekanisasi, modernisasi dan lain sebagainya,” pungkasnya. (CB-06)