BANDUNG, (cirebonbagus.id).-Penambahan kapasitas tempat tidur di rumah sakit rujukan COVID-19 di Jawa Barat (Jabar) harus disertai dengan peningkatan dan penguatan Sumber Daya Manusia (SDM), baik tenaga kesehatan maupun tenaga nonkesehatan. Hal itu dilakukan supaya penanganan pasien COVID-19 berjalan optimal.
Ketua Divisi Penanganan Kesehatan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Jabar Marion Siagian mengatakan, pihaknya sudah mengirim surat edaran ke rumah sakit untuk mengonversi 30-40 persen dari total kapasitas TT RS sebagai tempat tidur perawatan COVID-19.
“Kemudian di internal RS sendiri dilakukan refocusing tenaga-tenaga yang melayani non-COVID-19 untuk merawat pasien COVID-19 karena penambahan tempat tidur harus disertai penambahan SDM. Perawatan pasien COVID-19 juga membutuhkan penanganan dari tenaga-tenaga dari berbagai disiplin ilmu yang kompeten di bidangnya,” kata Marion dalam Podcast Juara.
“Apalagi penanganan di ruang ICU. Butuh tenaga kesehatan yang memang kompeten dalam mengoperasikan peralatan di ICU. Mereka harus sudah terlatih. Setiap pasien COVID-19 di ICU membutuhkan pengawasan dokter dan perawat yang terus-menerus melakukan pemantauan terhadap status kesehatan pasien tersebut,” imbuhnya.
Pemda Provinsi Jawa Barat sendiri membuka rekrutmen Tim Relawan Medis Penanganan COVID-19. Rekrutmen dilakukan guna memperkuat SDM tenaga kesehatan di rumah sakit yang kini makin kewalahan karena menghadapi lonjakan kasus COVID-19.
Nantinya, relawan yang mendaftar akan ditempatkan di sejumlah rumah sakit khususnya di Bandung Raya. Seperti diketahui Gubernur Jabar Ridwan Kamil yang juga Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Daerah Jabar menetapkan Bandung Raya dalam status siaga 1 akibat lonjakan kasus pascalibur Lebaran.
Selain penambahan kapasitas dan penguatan SDM, kata Marion, Pemda Provinsi Jabar akan memfasilitasi alat medis untuk perawatan pasien COVID-19. Mulai dari Alat Pelindung Diri (APD) dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP).
“Sekarang sedang diidentifikasi fasyankes yang membutuhkan bantuan. Jadi bukan hanya rumah sakit, tetapi juga laboratorium. Dan tenaga pendukung sedang diidentifikasi tenaga pendukung yang mana yang dibutuhkan? Misalnya tenaga penginput data juga diperlukan karena data harus masuk real time,” ucapnya.
“Kita harus memperkuat sistem kesehatan kita. Memperkuat dari sisi input, dari sisi proses, supaya output bisa terukur. Outputnya apa? Angka kesembuhan meningkat, angka kematian menurun, dan nakes sehat. Ini angka-angka yang harus kita capai dalam pengendalian COVID-19,” tambahnya.
*Cegah Kegawatan, Deteksi Dini COVID-19 ke Fasyankes*
Selain memperkuat sistem kesehatan, Marion pun menekankan pentingnya kesadaran masyarakat mendeteksi dini COVID-19 untuk menekan risiko kematian. Deteksi dini bisa dilakukan dengan memahami gejala-gejala COVID-19. Jika menderita salah satu gejala, segera lakukan skrining di fasyankes terdekat.
Dilansir situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), gejala COVID-19 paling umum adalah demam, batuk kering, dan rasa lelah. Gejala lainnya yakni hidung tersumbat, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan kehilangan penciuman. Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara bertahap.
Marion mengatakan, saat ini, banyak pasien COVID-19 yang datang ke rumah sakit dalam keadaan gawat dengan saturasi oksigen yang rendah, sehingga pasien telat mendapatkan penanganan dan mengakibatkan kematian.
“Yang harus kita waspadai, sekarang banyak yang masuk rumah sakit itu yang agak berat, punya komorbid. Atau yang masih muda datang dalam fase yang sudah berat dan kritis,” ucapnya.
Oleh karena itu, Marion mengimbau kepada masyarakat untuk mengetahui gejala-gejala COVID-19 dan langsung melakukan skrining apabila mengalami gejala COVID-19. Dengan begitu, pasien COVID-19 akan cepat mendapatkan penanganan dan perawatan. (CIBA01)