Jakarta, 18 November 2025 — Harga dua aset kripto terbesar, Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH), anjlok signifikan dalam 24 jam terakhir. Per Selasa (18/11) pukul 10.25 WIB, BTC terkoreksi 5,58% ke level US$90.075 atau sekitar Rp1,5 miliar, sementara ETH turun 6,19% ke US$2.977 atau sekitar Rp49 juta. Tekanan jual besar-besaran sekaligus sentimen global yang memburuk menjadi pemicu utama kejatuhan pasar.
Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menilai bahwa penurunan ini terjadi akibat kombinasi faktor makro dan teknikal yang saling memperparah. “Pasar global sedang memasuki fase risk-off, dipicu melemahnya bursa Asia, hilangnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, serta kekhawatiran terhadap ketegangan perdagangan. Situasi ini membuat investor menarik dana dari aset berisiko termasuk kripto,” ujarnya.
Investor Jual Besar-besaran, ETF Alami Outflow
Selain tekanan makro, aksi jual pelaku besar turut memperdalam koreksi. Wallet yang menyimpan 1.000–10.000 BTC tercatat telah mendistribusikan sekitar 148.000 BTC sejak pertengahan November. Fyqieh menyebut aksi ini sebagai salah satu momen kapitulasi terbesar sepanjang tahun. “Gagalnya BTC mempertahankan level psikologis US$100.000 memicu whale melakukan distribusi besar-besaran. Ini menambah kepanikan pasar,” katanya.
Di sisi institusional, ETF kripto juga mengalami arus keluar besar. BTC ETF mencatat outflow ratusan juta dolar, sementara ETH ETF bahkan kehilangan lebih dari US$700 juta dalam sepekan. Menurut Fyqieh, aliran dana yang berbalik arah ini membuat pasar kehilangan likuiditas penting. “ETF sebelumnya menjadi motor reli. Ketika dana keluar, pasar jadi jauh lebih rapuh terhadap tekanan jual,” jelasnya.
Sentimen negatif makin diperburuk oleh pasar derivatif. Lebih dari US$148 juta posisi long ETH terlikuidasi dalam sehari setelah harga menembus support US$3.000. BTC pun mengalami gelombang likuidasi serupa, dengan sejumlah indikator teknikal menunjukkan kerusakan signifikan seperti tembusnya 200-day EMA dan munculnya death cross.
“Begitu level-level teknikal penting jebol, algoritma otomatis memicu penjualan lanjutan. Ini yang membuat penurunan semakin dalam,” lanjut Fyqieh.
Peringatan Baru: Jika BTC Jebol US$90.000, Bear Market Bisa Dimulai
Peringatan tambahan datang dari Yudo Sadewa, putra Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, yang ikut menyoroti kondisi genting Bitcoin. Menurutnya, level US$90.000 menjadi batas penentu apakah pasar akan masuk fase bearish.
“Kalau Bitcoin turun dan closing di bawah US$90.000, bersiaplah. Bear market bisa benar-benar kejadian,” ujar Yudo dalam unggahan media sosialnya.
Ia bahkan memperkirakan potensi penurunan yang jauh lebih dalam apabila level tersebut ditembus.
“Kalau skenario buruk terjadi, BTC bisa turun ke US$50.000–US$60.000, dan dalam kondisi ekstrem bisa menyentuh US$30.000,” jelasnya.
Namun Yudo menegaskan bahwa peluang BTC jatuh sedalam itu tidak besar.
“Investor institusi bakal rugi besar kalau BTC turun di bawah US$90K. Karena itu, banyak pemain besar pasti akan berusaha menjaga harga agar tidak jatuh terlalu dalam,” katanya.
Sentimen Penggerak hingga Akhir Tahun
Hingga akhir 2025, arah pasar kripto masih akan dikendalikan faktor makroekonomi. Pelaku pasar menantikan kejelasan kebijakan The Fed, termasuk peluang pemangkasan suku bunga pada awal 2026. Data inflasi (CPI) serta pergerakan imbal hasil obligasi AS diprediksi menjadi katalis utama pasar dalam beberapa pekan ke depan.
ETF flows juga akan menjadi indikator penting. Jika outflow berlanjut, tekanan jual diperkirakan tetap tinggi. Namun inflows bisa menjadi tanda baliknya kepercayaan investor. Aksi investor besar pun akan terus dipantau untuk melihat apakah akumulasi mulai terjadi setelah fase distribusi besar.
Prospek Pasar: Peluang Pemulihan, Risiko Tetap Besar
Dalam jangka pendek, volatilitas masih mendominasi karena tekanan makro dan keluarnya dana institusional. Namun kondisi oversold membuka peluang terjadinya relief reli jika ada katalis positif.
“Kalau BTC bisa kembali ke US$95.000 dan ETH menembus US$3.200, peluang pemulihan jangka menengah akan lebih terbuka,” jelas Fyqieh.
Meski demikian, ia menekankan bahwa kehati-hatian tetap diperlukan. “Sentimen fear ekstrem sering menjadi area akumulasi bagi investor besar secara historis, tetapi tekanan makro masih sangat menentukan arah pasar dalam beberapa minggu ke depan,” katanya.
Proyeksi Harga BTC dan ETH hingga Akhir Tahun
Dengan kondisi pasar yang masih labil, proyeksi harga aset kripto hingga akhir tahun berada dalam rentang yang cukup lebar. Untuk Bitcoin (BTC), level support kuat berada di kisaran US$89.000–US$91.000. Jika area ini mampu bertahan, BTC berpeluang memantul kembali menuju US$98.000–US$100.000.
Namun bila tekanan jual meningkat, Bitcoin bisa merosot ke area US$85.000–US$88.000. Di sisi lain, untuk skenario netral hingga bullish, BTC perlu menembus resistance awal di sekitar US$98.300 sebelum kembali mencoba level psikologis US$100.000.
Sementara itu, Ethereum (ETH) diperkirakan bergerak dalam rentang US$2.600–US$3.200 dengan support penting di sekitar US$2.900. Jika kondisi membaik, misalnya inflasi menurun dan arus dana ETF kembali positif, ETH berpotensi naik dan menguji level US$3.300–US$3.600. Sebaliknya, jika tekanan jual masih berlanjut, ETH dapat kembali terkoreksi menuju area defensif di US$2.400–US$2.600.
Artikel ini juga tayang di VRITIMES