CIREBON, (cirebonbagus.id).- Persoalan alih fungsi lahan pertanian produktif sudah sampai di tahap pembahasan Bupati Cirebon dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Cirebon.
Demikian dikatakan Asisten Daerah (Asda) 1 Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Cirebon, Hilmy Rivai, Senin, (20/10/2020) di ruang kerjanya.
Ia mengatakan, pembentukan tim penindakan persoalan tersebut saat ini hanya tinggal menunggu keputusan Bupati Cirebon H Imron Rosyadi dengan Forkompimda Kabupaten Cirebon.
Diakuinya, beberapa hari yang lalu sudah menyerahkan berkas permohonan tuntutan dari beberapa Ormas yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Cirebon (ARC) untuk dipelajari dan di konsultasikan ke Kabag Hukum Pemkab Cirebon guna menentukan teknis dan tindakan selanjutnya.
“Apakah ada permintaannya yang tidak sesuai dengan landasan hukum atau tidak, kan tidak sembarangan juga pak bupati, dan sekarang berkasnya sudah ada dan pak bupati akan dikonsultasikan ke forkompimda. Prinsip pak bupati sama pemikirannya untuk tidak mempermudah,” kata Hilmy.
Lalu bupati akan mengoordinasikan terlebih dahulu ke dinas-dinas terkait seperti dengan Dinas Pertanian kaitan dengan lahan pertanian, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) kaitan dengan pengkavlingan, serta Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Cirebon untuk pemanfaatan lahan.
“Saat ini Kabupaten Cirebon masih memiliki ruang lahan seluas 18 ribu hektare dari total luas sekitar 58 ribu hektare lahan pertanian, karena berdasarkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon hanya ditetapkan seluas 40 ribu hektare lahan yang pertahankan sehingga sisa ruang tersebut bisa untuk dimanfaatkan selain untuk pertanian,” paparnya.
Menurutnya, dalam hal ini pemerintah memiliki sikap komitmen yang sama kuat dengan elemen masyarakat yang menolak hal tersebut, yang mana berkeinginan menjaga lahan pertanian produktif agar tidak dialihfungsikan.
Ia menambahkan, terkait pengalihan lahan itu Kadis juga sudah komitmen tidak akan diberikan izin untuk pengalihan manfaat lahan dari pertanian, termasuk juga PUPR.
Untuk pengkavlingan-pengkavlingan tersebut juga tidak diperkenankan, bahkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman itu bisa eksekusi.
Sedangkan, guna meredam gejolak masyarakat, diperlukan adanya tindakan awal. Sementara mengenai status hukum hal itu harus melalui koordinasi dengan Forkompimda. “Karena wilayah hukum adalah polisi dengan kejaksaan itu sudah dilakukan kordinasi,” ujarnya.
Mengenai adanya dugaan pelanggaran Perda Bangunan Gedung pada lahan kavling yang berada di Desa/Kecamatan Jamblang, Ia mengatakan, sudah seharusnya hal tersebut mendapat tindakan karena mendirikan bangunan tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), merupakan kewenangan Satpol-PP dalam menegakan peraturan daerah.
“Sebab pondasi bangunan juga merupakan bagian dari pembangunan. Pembangunannya pasti untuk split tanahnya itu memang harus dikaji dulu kalau memang undang-undangnya ada berarti nanti harus ada turunannya PP kalau sudah ada berarti perbub,” pungkasnya.(Effendi/CIBA)