CIREBON, (cirebonbagus.id).- Komunitas Quraishian Cirebon belum lama ini mengadakan kajian online dengan tema “Jilbab dan Syi’ah di Mata Muhammad Quraish Shihab,”.
Komunitas yang mengkaji pemikiran-pemikiran dan karya Prof. Muhammad Quraish Shihab itu berlangsung di WhatsApp Grup.
“Komunitas ini memang sebagai wadah bagi pengkaji pemikiran Muhammad Quraish Shihab, tujuannya tentu untuk mengkaji beberapa karya nya dan juga sebagai perisai bagi sebagian orang yang kerap memfitnah Prof.Quraish,” kata Fasfah Sofhal Jamil selaku pendiri komunitas ini, Rabu (8/4/2020).
Ia mengaku, kajian ini merupakan kajian edisi kedua, karena sebelumnya telah dilaksanakan kajian perdana yang membahasa tentang biografi Quraish Shihab dan konsep moderasinya.
“Pada kajian edisi kedua ini sedikit berbeda, karena keadaan yang terhalang oleh tempat terkait Physical Distancing, maka kajian ini dilakukan secara online,” katanya.
Aik Ikhsan Anshori, selaku dewan pembina komunitas ini mengatakan, terkait tema tentang hijab, akar beda yang menjadikan lahan debat hijab adalah afirmasi ayat-ayat hijab yang debatable.
“Watak dasar ijtihad adalah masalah khilafiyah, karena demikian tidak boleh kita ingkar buta atau fanatisme pada urusan mukhtalaf fihi. Kecuali jika masuk urusan consensus mujma’alaih, sehingga tidak perlu menyalahkan, menyesatkan bahkan mengkafirkan,” katanya
Namun, Lanjut dia, konteks “pakaian terhormat” sebagai simbol hijab menjadi sesuatu yang nisbi, dan tidak pakem.
“Terkadang suatu ijtidah memiliki watak kelemahan di mana sangat terbatas pada hal parsial yang dilemparkan kepada hal universal yang termaktub dalam Alquran atau hadis. Padahal sesungguhnya ijtihad bukan berarti meletakkan syariah baru atau bahkan agama baru,” katanya.
Maka, lanjut dia, rayakan perbedaan dengan toleransi dan hikmah kebijaksanaan. Betapa bahwa Quraish Shihab menyuarakan hijab sebagai produk budaya yang menjadi syarat hukum buatan niscaya telah menjadi syafaat dan maslahat dari perempuan-perempuan masa lalu, masa kini atau masa depan.
Sementara itu, Khalilullah selaku pemateri menyampaikan, dirinya belum pernah mendengar Quraish Shihab mengajak audiens menganut Syiah dan tidak pernah meminta para audiens perempuan menanggalkan jilbabnya.
Quraish Shihab termasuk kelompok yang terbuka dengan perkembangan, sehingga dengannya sulit terdengar gagasan Quraish Shihab yang tekstualis, memandang pesan sebatas teks, namun selalu membaca konteks di mana teks itu berinteraksi.
Selain itu, kata Khalil, Quraish Shihab tidak menghendaki gagasan provokatif yang dapat menghilangkan kesan di hati pendengar. Quraish Shihab selalu berusaha mendamaikan, menyejahterakan, lebih-lebih mempertemukan dua sisi yang berbeda.
Karena, manusia, apapun agamanya, sukunya, dan bahasanya, tetap memiliki hak dan kewajiban yang harus dihormati.
“Masalah jilbab, kata Quraish Shihab masih diperselisihkan oleh ulama, baik menurut ulama klasik dan kontemporer,” ujarnya saat mengutip perkataan Quraish Shihab di suatu kesempatan.
Menurutnya, kata Quraish Shihab jilbab itu bukan ukuran menutup aurat, menutup aurat di dalam Alquran itu tidak ada yang paten, apakah seluruh tubuh atau kecuali muka dan telapak tangan?
“Oleh sebab itu, jilbab pada saat ini justru kebanyakan dijadikan style, maka dari itu kita yang memakai jilbab jangan menyalahkan atau mengkafirkan yang tidak berjilbab. Namun, alangkah baiknya perempuan memakai jilbab, karenanya perempuan tampak terlihat anggun,” katanya. (CIBA-05/Rilis)