CIREBON, (cirebonbagus.id).- Hobi memelihara dan mengenal burung perkutut lokal diperlukan kesabaran. Pasalnya burung tersebut selain memiliki suara merdu, juga memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam merawatnya.
Seperti halnya Wahono, warga Jalan Inspeksi Stasiun Kereta Api (KA) Kejaksan, Kelurahan Kejaksan Kota Cirebon dirinya mencintai burung kicauan jenis burung perkutut lokal.
Wahono mengatakan, dirinya hobi memelihara dan mengenal burung perkutut lokal sejak tahun 1974, menurutnya merawat burung perkutut memilik tingkat kesulitan yang tinggi dan untuk mengenal diperlukan kesabaran.
“Saya menyukai burung perkutut sejak usia kelas dua Sekolah Dasar (SD) tahun 1974. Karena pada masa itu orang tua dan kakek memang sudah menggeluti memelihara perkutut lokal,” ujar Abah Wal Hopid nama panggilan akrab Wahono saat ditemui cirebonbagus.id, Sabtu (26/6/2021).
” Merawat atau memelihara dan mengenal burung perkutut lokal memang terlihat sangat mudah. Tapi sebenarnya mempunyai tingkat kesulitan dan diperlukan kesabaran, karena burung tersebut biasa hidup di alam liar. Contoh menentukan jantan dan betina, jenis suara besar, kecil dan lain sebagainya, ” ujarnya.
“Kemudian perkutut lokal dinilai cukup unik yang dikenal para pecinta burung tersebut sebagai burung perkutut lokal katurangga,” katanya
Ia mengatakan, memelihara burung perkutut lokal merupakan warisan budaya masyarakat Jawa khususnya. Bahwa keberadaan pecinta burung perkutut lokal sejak jaman kerajaan sampai saat ini. Banyak sisi kearifan lokal di dalamnya seperti untuk mempererat silaturahmi dan memiliki nilai filosofi yang tinggi.
“Dari silaturahmi melalui paguyuban atau grup kita bisa saling berbagi pengalaman. Sekarang Alhamdulillah di Cirebon keberadaan komunitas paguyuban para pecinta burung perkutut lokal sudah ada,” katanya.
“Saat ini pecinta burung perkutut lokal sudah merata, dari kelas pejabat pemerintah, rakyat biasa, orang tua bahkan sampai anak muda. Padahal jaman dulu burung perkutut dikenal burung bapak tua atau jadul,” kata Abah Hopid.
Abah Hopid menuturkan, pada umumnya para penghobi selain merawat dan memelihara/menangkarkan juga untuk mempertahankan serta melestarikan agar tidak punah di habitatnya sebagian akan dilepas liarkan. Saat ini burung tersebut jarang ditemui kecuali di daerah dekat hutan.
Dan keberadaan masa Pandemi saat ini, tambahnya, bagi para penghobi tidak mempengaruhi, karena sekarang burung perkutut lokal sudah banyak dikenal kalangan generasi muda. Namun untuk event atau lomba untuk saat ini jarang karena harus mengikuti anjuran dari pemerintah.
“Mudah-mudahan diharapkan generasi muda mengenal, mencintai, dan melestarikan perkutut lokal alam ini. Peninggalan warisan budaya leluhur yang memiliki nilai adiluhung,” Pungkasnya.(Effendi/CIBA)