CIREBON, (cirebonbagus.id).- Fraksi PDI Perjuangan dan Gerindra DPRD Kabupaten Cirebon, tetap menilai alat kelengkapan DPRD (AKD) yang sudah ada adalah ilegal. Sebab, tahapan yang dilakukan tidak berdasarkan peraturan yang ada. Sehingga, mereka meminta agar diulang sesuai dengan mekanisme aturan yang berlaku.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Cirebon, Aan Setiawan. Menurutnya, tahapan yang sesuai aturan dalam membentuk AKD, harusnya setelah pelantikan pimpinan definitif DPRD, yakni melakukan rapat pimpinan untuk mengadakan rapat paripurna terkait masalah penjadwalan.
Karena, kata dia, penjadwalan harus dirapatkan oleh badan musyawarah (Bamus), sedangkan Bamus sementara belum terbentuk, maka penjadwalan harus melalui rapat pimpinan untuk disahkan dalam rapat paripurna. Setelah ada rapat paripurna jadwal baru, maka dijadwalkan untuk membentuk panitia khusus (Pansus) tatib.
“Karena aturan main kitabnya kita di DPRD itu adalah tatib DPRD, setelah tatib dibentuk baru membentuk AKD. Itu sesuai dengan aturan yang ada, baik di PP maupun UU, perpres ada semua aturannya seperti itu. Nah sekarang, kalau AKD sudah dibuat dengan tanpa mengikuti aturan berarti ilegal, harus diulang lagi,” kata Aan, Kamis (24/10/2019).
Jika sudah demikian, kata dia, yang harus dilakukan teman-teman DPRD Kabupaten Cirebon sekarang adalah melakukan rapat pimpinan dulu. Dan dari rapat itu harus ada rapat paripurna penjadwalan. Setelah ada jadwal untuk pembentukan pansus tatib dan tatib terbentuk, maka akan ada bamus.
“Nah di situ silakan Bamus menjadwalkan segala kegiatan DPRD untuk berikutnya,” ungkap Aan.
Menanggapi pendapat kubu koalisi PKB, Golkar, NasDem, PKS, dan Demokrat bahwa tahapan pembentukan AKD sudah on the track atau sesuai aturan yang ada, Aan menegaskan, salah besar. Sebab, hal itu hanya penafsiran kubu mereka saja. Sedangkan yang mampu menafsirkan hukum adalah yang lebih kompeten, yakni biro hukum.
“Maka silakan ke biro hukum, silakan tanya ini sudah sesuai on the track apa belum. Sebab dari kita, Pak Rudiana dengan Pak Subhan sudah konsultasi ke biro hukum Provinsi Jawa Barat terkait masalah ini. Dan hasilnya memang tidak sesuai aturan yang ada, AKD ilegal,” kata Aan.
Sebab, kata dia, pembentukan AKD yang sudah ada ini tidak memiliki cantolan hukum. Harusnya dibentuk dulu tatibnya sebagai dasar. “Di UU 32 dijelaskan bahwa pembentukan AKD itu diatur melalui tatib DPRD, sekarang tatibnya saja belum ada. Maka silakan ke biro hukum, nanti kalau biro hukum katanya sudah on the track, maka saya pun akan menanyakan alasannya apa,” katanya.
Ia mengaku, sejak awal pun, pihaknya sudah mengusulkan agar mengikuti sesuai aturan yang ada. Tapi lanjut dia, ketua DPRD tetap menolak masukan yang disampaikan. Ia juga menegaskan, pihaknya tidak mau berjalan tanpa sesuai aturan.
Artinya, lanjut Aan, jika tetap merasa pendapat kubu koalisi PKB itu benar dan enggan mengulang pembentukan AKD dari awal, maka Fraksi PDI Perjuangan dan Gerindra tidak akan menyerahkan nama-nama anggotanya untuk menempati posisi AKD dan lainnya.
“Sebab kita untuk mengisi AKD, bamus, dan banggar harus ada persetujuan DPC PDI Perjuangan. Sementara DPC-nya belum mengagendakan untuk itu karena belum ada tatibnya. Jadi coba tatibnya seperti apa dulu? Nanti kalau tatibnya muncul kita akan menyusun untuk penempatan-penempatannya. Selama tahapannya tidak sesuai dengan aturan, maka kita tidak akan menyusun. Jadi kita tunggulah, karena tatib DPRD-nya sendiri belum disahkan,” kata Aan.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kabupaten Cirebon, Mukhlisin Nalahudin mengaku, apa yang dilakukan koalisinya dalam membentuk AKD sudah sesuai dengan aturan. Artinya, AKD yang ada tidaklah ilegal.
Sebab kata dia, tidak ada landasan hukum yang secara eksplisit menjelaskan tahapan yang harus dilakukan pembentukan tatib dulu, kemudian baru AKD. Hal itu ditetapkan dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 110 ayat 3 menyebutkan ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang alat kelengkapan DPRD provinsi diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang tata tertib. Bukan DPRD kota/kabupaten.
“Artinya, teman-teman fraksi PDI Perjuangan dan Gerindra itu hanya perbedaan pendapat saja. Meski demikian, kami menginginkan agar dinamika politik ini segera berakhir. Kalau nanti pada akhirnya PDI Perjuangan dan Gerindra tetap tidak mengirimkan namanya, itu menjadi sikap politik mereka. Dan tidak menghambat kinerja DPRD,” kata Mukhlisin. (CIBA-05)