CIREBON, (cirebonbagus.id).- Dalam menyambut Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2020, Pondok Pesantren (PP) Ketitang Cirebon yang beralamat di Desa Japurabakti, Kecamatan Astanjapura, Kabupaten Cirebon menggelar Webinar Nasional, belum lama ini.
Acara yang berlangsung Via Zoom Cloud Meeting itu mengusung tema “Memperkokoh Peran Pesantren Tahfiz Al-Qur’an dalam Dakwah Islam Rahmatan Lil Alamin”.
Pengasuh PP Ketitang, KH. Ahmad Zuhri Adnan mengatakan, kegiatan webinar nasional yang digelar pihaknya ini diharalkan bermanfaat. Terutama terkait tema ini yakni seputar tahfiz dan Islam yang rahmatan lil ‘alamain.
“Ulama zaman dahulu, terutama di tubuh Nahdlatul Ulama (NU) itu hampir dipastikan orang yang hafal quran dipastikan menguasai ushul fiqih, fiqih, hadis bahkan tasawufnya. Akan tetapi sekarang ini seolah ada di dua sisi yang berbeda, dari kecil hafiz, sisi lain fan-fan yang lainnya lupa dipelajari, sehingga orang hafiz mentalnya tidak rahmatan lil ‘alamin,” katanya.
Kesempatan webinar tersebut, kata dia, narasumber dapat memberi pencerahan terkait mental para hafiz ini, agar disamping hafal juga mempunyuai mental rahmatan lil ‘alamin
“Harapannya tentu materi yang didapatkan pada acara webinar ini dapat bermanfaat untuk sendiri dan orang lain, serta mampu menyebarkan kasih sayang terhadap sesama,” katanya.
Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat, UU Ruzhanul Ulum, selaku narasumber mengaku, merupakan kehormatan dan kebanggan dapat hadir pada acara webinar itu meskipun secara virtual.
“Kegiatan ini diharapkan dapat memperkokohkan persatuan dan kesatuan para ulama, para santri, pimpinan pesantren, yang akhir-akhir ini belum ada gerakan-gerakan yang menjadi gerakan bersama,” kata UU.
Di masa pemerintahan ini, kata dia, santri seakan renyah dan booming dengan lahirnya Hari Santri Nasional, Undang-undang pesantren, serta program muadalah pesantren salafiyah.
“Perda pesantren tentu akan perhatian maksimal terhadap material pesantren dari pemerintah,” katanya.
Lebih lanjut, kata UU, pesantren di Jabar memang banyak, sekitar 12.500 Pondok Pesantren, jika dibandingkan dengan provinsi lain di daerahnya paling banyak, baik dengan berbarengan sekolah atau salafiyah.
“Pemerintah Jabar berusaha meningkatkan pesantren dalam segala hal, salah satunya berupa program satu pesantren satu produk. Meskipun tahun lalu belum maksimal sudah 1000 pesantren, namun harapan tahun ini bertambah 1000 pesantren lagi,” ujarnya.
UU berharap, dengan adanya program tersebut dapat mengubah paradigma pesantren dari koperasionalnya, tidak hanya infaq dan shadaqoh namun juga memiliki lembaga ekonomi yang andal dan membantu operasional pesantren.
“Selain itu, ada juga program Satu Desa Satu Hafiz (Sadesha) yang setiap tahun sudah dilaksanakan, dan sekarang tahun ke dua sudah ada sekitar 1500 peserta,” katanya.
Ia melanjutkan, Pondok Pesantren sebagai banteng akidah, banteng moral, sebagai tempat estafet keilmuan agama dari generasi ke generasi, maka berharap alumni pesantren harus mampu menyebarkan agama dengan bil hikmah bil mauidhotil hasanah
“Hikmah itu lemah lembut, mauidhoh itu aturan dan Hasanah itu lemah lembut, agar tentunya menciptakan Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” kata UU
Narasumber lainnya, Ustad Yusuf Mansur menyampaikan, menjadi santri harus percaya diri atas ilmu kesantriannya. “Ilmu kesantrian ini yang akan mendatangkan keberkahan, kesuksesan, kejayaan dunia akhirat,” katanya.
Ia mengaku, banyak pengusaha besar yang lahir dari amalan salat dhuha, dan itu sebenarnya dari kebiasaan santri. “Mungkin karena kita kurang menaruh perhatian lebih akan itu dan tidak menitik beratkan, sehingga kesannya kita jadi ngikut orang lain, padahal jalan itu hebat sekali dan dimiliki oleh seorang santri,” ujarnya.
Ia melanjutkan, ada banyak pintu yang dimiliki seorang santri, yakni pintu salat malam, puasa sunnah, surat pilihan contohnya waqiah, al mulk yang dapat membuka kekayaan lahir batin dunia akhirat.
“Amalan yang sebenarnya akrab dengan santri itu dapat mengantarkan orang menjadi kaya raya, dermawan, soleh solehah. Itu baru surat tertentu, apalagi 30 juz, dan itu semua merupakan kekayaan santri,” katanya.
Akan tetapi, lanjut dia, saat ini santri ingin menjadi modern namun seolah meninggalkan identitas amalan kesantriannya.
“Orang lain sedang gegap gempita berhasil memakai ilmu kita, tapi kita malah meninggalkan ilmu kita dan menggunakan ilmu lain, tentu itu salah besar,” kata Ustad Yusuf.(CIBA-05)