CIREBON, (cirebonbagus.id).- Kedatangan warga dari Tiongkok China ke Nusantara terjadi sejak kedatangan Fai Xian Bhiksu dalam perjalanan kembali dari India ke China abad Ke- 4 membuka jalan bagi warga Tiongkok China ke Jawa.
Sejak kedatangan Fai Xian di Jawa abad Ke-4 membuka jalur perdagangan Tiongkok dengan kerajaan di Jawa.
Catatan Hou Han Shu bab Ke-6 dan bab Ke-116. Dokumen Tiongkok klasik ini disusun sejarawan istana masa Dinasta Han (206 SM-220 M). Sementara catatan pertama kedatangan orang Tionghoa ke Nusantara baru muncul pada abad Ke-5.
Pada masa berikutnya, Dinasti Sung (960-1279 M), rute perjalanan ke Nusantara sudah dijabarkan lebih lengkap. Dalam Catatan Sejarah Dinasti Song, Jawa disebut terletak di Samudra Selatan. Jika pelaut berangkat dari ibukota ke arah timur, dalam waktu sebulan akan menemukan lautan. Dari sana berlayar dengan kapal selama sebulan setengah akan sampai di Pulau Kondor, Vietnam. Di barat, laut berjarak 45 hari. Di selatan, laut berjarak tiga hari dan dari sana, jika selama lima hari akan sampai di Da-zi.
Seorang biksu bernama Faxian, melakukan perjalanan darat dari Tiongkok ke India pada 400 M. Dalam perjalanan pulang lewat laut, dia mengunjungi Jawa pada 414 M. Catatan perjalanannya berjudul Catatan Negara-Negara Buddhis tak terlalu banyak mengulas soal Jawa.
Kedatangan Fai Xian tahun 414 M membuka jalan ke Jawa.
Tradisi Budaya China berkembang di Nusantara sejak kedatangan Fai Xian. Bagaimanakah perjalanan perayaan Imlek dan tradisi budaya Cina di Nusantara
Pada tahun 1946, ketika Republik Indonesia baru berdiri, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama No.2/OEM-1946 yang pada pasal 4 nya ditetapkan 4 hari raya orang Tionghoa yaitu Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu ( tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng Beng dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek). Dengan demikian secara tegas dapat dinyatakan bahwa Hari Raya Tahun Baru Imlek Kongzili merupakan hari raya Agama Tionghoa.
Pada 6 Desember 1967, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Dalam instruksi tersebut ditetapkan bahwa seluruh upacara agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Tidak boleh diselenggarakan di depan umum.
Namun, pada 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres No.6/2000 pencabutan Inpres No.14/1967 pelarangan tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Dengan berlakunya Keppres No 6 tahun 2000 membebaskan penyelenggaraan kegiatan keagamaan, Kepercayaan dan adat istiadat Cina tanpa memerlukan izin khusus.
Sejak adanya Kepres No 6 tahun 2000 perayaan Imlek dirayakan oleh Majelis Tinggi Agama Kong Hu Cu se Indonesia (MATAKIN) dihadiri oleh Presiden Gus Dur, Presiden Megawati dan Presiden SBY, tetapi sayang Presiden Jokowi belum pernah menghadiri perayaan Imlek yang diselenggarakan oleh MATAKIN. Padahal perayaan Imlek adalah perayaan umat Kong Hu Cu juga menyambut musim semi.
Kemudian Presiden Megawati di tahun 2002 mengeluarkan Kepres No 19 Tahun 2002 menetapkan perayaan imlek hari libur nasional di tahun 2003, dalam keputusannya menimbang bahwa penyelenggaraan kegiatan agama kepercayaan dan adat istiadat pada hakekatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia, bahwa Tahun Baru Imlek merupakan tradisi masyarakat China yang dirayakan secara turun temurun diwilayah Indonesia. Bahwa sehubungan dengan hal itu dipandang perlu menetapkan Hari Tahun Baru Imlek sebagai Hari libur nasional. Demikian isi bunyi Kepres no 19 tahun 2002 tentang hari tahun baru Imlek.
Pada Perayaan Imlek tahun 2016 Ibu Megawati Soekarnoputri mengatakan 2016 Perayaan Imlek merupakan cermin merasuknya prinsip kebangsaan dalam benak masyarakat imlek sebagai jembatan persaudaraan seluruh warga negara. (Oleh : Jeremy Huang Wijaya/Robi/CIBA)