CIREBONBAGUS.Id – Sekretaris Daerah Kota Cirebon, Asep Dedi menghentikan pembangunan gedung Sekretariat Daerah (Setda), Selasa (10/4) kemarin. Proyek gedung setda senilai Rp 86 miliar akhirnya dihentikan paksa setelah beberapa kali diberikan addendum.
Penghentian yang dilakukan saat sejumlah pekerja masih melakukan pekerjaan, menurut Sekda dengan tujuan agar ada kepastian kapan proyek tuntas. Proyek yang didanai oleh APBD Kota Cirebon sebenarnya sudah habis masa perpanjangan kontraknya (adendum) pada 20 Februari lalu.
Meski sudah habis masa adendumnya, pihak kontraktor masih terus melakukan pekerjaan, sampai dengan Selasa (10/4) atau selama 50 hari. Padahal tanpa ada ikatan perjanjian adendum, berarti kontraktor terbebas dari beban membayar denda 1 permil kali nilai kontrak per hari.
“Tadi saya sudah perintahkan kepada kontraktor dan pengawasnya, agar pekerjaan dihentikan sampai hari ini. Besok saya minta tidak ada lagi pekerjaan yang dilakukan, “ kata Asep Dedi seusai meninjau proyek gedung setda yang persis berada di belakang balaikota Cirebon.
Menurut Asep Dedi, penghentian dilakukan agar ada kepastian waktu penyelesaian proyek, yang tidak juga dituntaskan oleh kontraktor PT Rivomas Penta Surya, perusahaan yang disebut-sebut milik mantan bendahara Partai Demokrat Nazarudin.
Dengan penghentian paksa proyek itu, kata Asep Dedi, pihak konsultan dan penilai, akan melakukan penilaian pekerjaan, sebagai dasar Pemkot Cirebon membayar kontraktor.
“Nilai yang akan dibayarkan pemkot yang sesuai dengan hasil kerja yang sekarang ini, “ tukasnya.
Setelah penghentian proyek dan penyelesaian pembayaran, katanya, pemkot akan segera melakukan pelelangan ulang untuk menuntaskan pekerjaan yang belum selesai.
Diakui sekda, selama 50 hari waktu tambahan yang diberikan pasca berakhirnya adendum, kontraktor bekerja tanpa ada ikatan kontrak sama sekali.
Sekda sendiri mengaku tidak tahu pasti istilah pemberian waktu tambahan itu, apakah waktu toleransi atau apa karena tanpa ada ikatan perjanjian yang jelas atau melalui adendum kedua.
“Kata Pak Budi (Kepala DPUPR) tambahan waktu itu untuk menuntaskan pekerjaan yang harus dituntaskan, “ katanya.
Nyatanya, meski sudah diberi toleransi waktu sampai dengan 50 hari terhitung setelah berakhirnya adendum pada 20 Februari lalu, kontraktor tidak juga bisa menyelesaikan pekerjaanya. (CB01)